Senin, 11 Februari 2013

Bermain Bagi Anak Usia Dini


Para ahli memiliki pandangan berbeda pada teori bermain dalam beberapa zaman. Pertama teori klasik dan kedua teori modern. Antara teori klasik dan teori modern memiliki hubungan dan sudut pandang berbeda dari para ahli. Teori-teori klasik mengkaji tentang sebab munculnya perilaku bermain pada anak, di samping itu teori- teori modern bukan hanya mengkaji hal tersebut, namun para ahli juga mengkaji tentang manfaat dari bermain bagi perkembangan anak.
Salah satu dari teori bermain klasik yang dikemukakan oleh Schiller/Spencer dalam Tedjasaputra (2001:3) teori surplus energi. Spencer memandang aktivitas seperti berlari, melompat, berguling menjadi ciri khas anak kecil. Spencer berpendapat bahwa bermain terjadi akibat energi yang berlebih. Menurut Spencer bermain merupakan cara bagi anak untuk menyalurkan energi yang berlebih dalam dirinya. Dalam hal ini anak dapat menyalurkan energi yang berlebih melalui aktivitas bermain yang menyenangkan.
Salah satu dari teori bermain modern dikemukakan oleh Vygotsky dalam Tedjasaputra (2001:10) pada teori kognitifnya. Vygotsky memandang bahwa bermain adalah self help tool. Dalam teori tersebut Vygotsky menjelaskan bahwa bermain merupakan alat bagi anak dalam memajukan Zone Proximal Development (ZPD) yang berguna membantu dirinya sendiri untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi dalam memfungsikan kemampuannya. ZPD adalah kondisi transisi anak yang membutuhkan pijakan untuk naik ke tahap berikutnya scafolding atau berupa dukungan dari orang yang lebih ahli untuk meraih apa yang mereka capai. Dalam hal ini bermain dapat menjadi scafolding bagi laju perkembangan anak.
Selain sebagai alat surplus energi dan meningkatkan kemampuan, bermain juga diselenggarakan dengan aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Hal ini senada yang diungkapkan oleh Sully dalam Tedjasaputra (2001:15) yang mengemukakan bahwa bermain memang mempunyai manfaat tertentu, yang terpenting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang yang diatandai oleh tertawa. Dalam hal ini Sully mengutamakan suasana menyenangkan yang tercipta dalam aktivitas bermain. Karena bermain dianggap memiliki manfaat yang dapat mengembangkan semua aspek perkembangan bagi anak baik perkembangan fisik, mental, sosial dan emsional.
Ternyata melalui bermain ada banyak hal bermanfaat yang dapat anak lakukan, hal tersebut  diungkapkan oleh Forberg dalam Dockett and Fleer (2000:15) yang menyatakan bahwa  play is direct and spontaneous activity by which children engage with people and things around them pleasantly, voluntarily, imaginatively, with all their senses, with their hands, or with their whole bodies. Berdasarkan pendapat tersebut, Forberg mengungkapkan bahwa bermain adalah aktivitas spontan dan langsung yang dilakukan oleh anak. Ketika anak-anak bermain, anak akan berinteraksi dengan anak lainnya dan benda-benda yang berada di sekitar mereka. Mereka menggunakan inderanya, tangannya bahkan seluruh tubuhnya untuk bermain dengan rasa bahagia, suka rela atau tanpa paksaan, dan dengan imajinasinya sendiri. 
Bermain dapat mengembangkan banyak aspek perkembangan anak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Catron dan Allen dalam Musfiroh (2006:6) bahwa bermain mempengaruhi enam aspek perkembangan, yakni: kesadaran diri (personal awarness), emosional, sosial, komunikasi, kognisi, dan keterampilan motorik. Pendapat tersebut didukung oleh Horn yang menganggap bahwa bermain memiliki kekuatan untuk menggerakkan perkembangan. Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat dikatakan bermain mempengaruhi laju perkembangan anak. Untuk itu aktivitas bermain memilki peranan penting dalam kehidupan anak.
Melihat adanya banyak manfaat bermain bagi anak, ternyata bermain juga merupakan hal yang paling diinginkan oleh anak di dalam kehidupannya. Hal tersebut diungkapkan oleh Borstelmann (1995:1) dalam National Asociation Early Young Children (NAEYC) bahwa children’s desire and need to play has been recognize throughout history, but it is not only children who explore and experiment, imagine and play with symbol, and enjoy manipulating the social and physical environment. Dari pemaparan tersebut dinyatakan bahwa anak-anak membutuhkan dan ingin selalu bermain, hal ini telah diakui sepanjang sejarah. Melalui aktivitas bermain anak-anak tidak hanya dapat bereksplorasi dan bereksperimen melainkan membayangkan, bermain dengan simbol, dan memanipulasi lingkungan sosial dan fisiknya. Dengan kata lain anak-anak sangat membutuhkan porsi bermain lebih banyak dibandingkan apa yang dibayangkan oleh orang dewasa.
Di samping sebagai sarana bagi anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen, bermain juga merupakan sarana berekspresi. Hal tersebut diungkapkan oleh Nylud dan kawan-kawan (2002:128) menyatakan bahwa,
 Play is the natural way of children to express themselves. Through unstructured plays or structures games, their needs are express and messages are conveyed. It is also a reflection of indigenous psychosocial resources, since children naturally work out and discover alternative solutions to existing problem.

Berdasarkan pemaparan di atas, Nylud menekankan bahwa bermain merupakan cara alami bagi anak untuk mengekspresikan diri. Baik melalui aktivitas terstruktur maupun bermain bebas. Dalam hal ini anak secara alami berusaha untuk menemukan solusi dari masalah yang ada dari hasil eksplorasinya terhadap lingkungan. Bukan hanya menemukan sebuah solusi, tapi anak-anak juga dapat menemukan solusi cadangan terhadap masalah yang sedang mereka hadapi.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dimaksud dengan bermain merupakan kebutuhan bagi anak yang disalurkan melalui aktivitas yang menyenangkan dengan melibatkan indera bahkan seluruh bagian tubuhnya sehingga dapat membantu seluruh aspek perkembangan anak baik fisik, sosial emosional.

Daftar Pustaka

Tedjasaputra, Mayke S. Bermain Mainan dan Permainan. Jakarta: Grasindo, 2001.
Soe, Dockett & Marilyn Fleer. Play and Pendagogy in Early Childhood. Australia: Harcout, 2000.
Bronson, Martha B. The Right Stuff for Children Birth to 8. Washington DC: NAEYC, 1995.
Teresa, at. .al., Small Step, Great Strides. United Nation Children’s Fund, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar