Senin, 11 Februari 2013

Bermain Bagi Anak Usia Dini


Para ahli memiliki pandangan berbeda pada teori bermain dalam beberapa zaman. Pertama teori klasik dan kedua teori modern. Antara teori klasik dan teori modern memiliki hubungan dan sudut pandang berbeda dari para ahli. Teori-teori klasik mengkaji tentang sebab munculnya perilaku bermain pada anak, di samping itu teori- teori modern bukan hanya mengkaji hal tersebut, namun para ahli juga mengkaji tentang manfaat dari bermain bagi perkembangan anak.
Salah satu dari teori bermain klasik yang dikemukakan oleh Schiller/Spencer dalam Tedjasaputra (2001:3) teori surplus energi. Spencer memandang aktivitas seperti berlari, melompat, berguling menjadi ciri khas anak kecil. Spencer berpendapat bahwa bermain terjadi akibat energi yang berlebih. Menurut Spencer bermain merupakan cara bagi anak untuk menyalurkan energi yang berlebih dalam dirinya. Dalam hal ini anak dapat menyalurkan energi yang berlebih melalui aktivitas bermain yang menyenangkan.
Salah satu dari teori bermain modern dikemukakan oleh Vygotsky dalam Tedjasaputra (2001:10) pada teori kognitifnya. Vygotsky memandang bahwa bermain adalah self help tool. Dalam teori tersebut Vygotsky menjelaskan bahwa bermain merupakan alat bagi anak dalam memajukan Zone Proximal Development (ZPD) yang berguna membantu dirinya sendiri untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi dalam memfungsikan kemampuannya. ZPD adalah kondisi transisi anak yang membutuhkan pijakan untuk naik ke tahap berikutnya scafolding atau berupa dukungan dari orang yang lebih ahli untuk meraih apa yang mereka capai. Dalam hal ini bermain dapat menjadi scafolding bagi laju perkembangan anak.
Selain sebagai alat surplus energi dan meningkatkan kemampuan, bermain juga diselenggarakan dengan aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Hal ini senada yang diungkapkan oleh Sully dalam Tedjasaputra (2001:15) yang mengemukakan bahwa bermain memang mempunyai manfaat tertentu, yang terpenting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang yang diatandai oleh tertawa. Dalam hal ini Sully mengutamakan suasana menyenangkan yang tercipta dalam aktivitas bermain. Karena bermain dianggap memiliki manfaat yang dapat mengembangkan semua aspek perkembangan bagi anak baik perkembangan fisik, mental, sosial dan emsional.
Ternyata melalui bermain ada banyak hal bermanfaat yang dapat anak lakukan, hal tersebut  diungkapkan oleh Forberg dalam Dockett and Fleer (2000:15) yang menyatakan bahwa  play is direct and spontaneous activity by which children engage with people and things around them pleasantly, voluntarily, imaginatively, with all their senses, with their hands, or with their whole bodies. Berdasarkan pendapat tersebut, Forberg mengungkapkan bahwa bermain adalah aktivitas spontan dan langsung yang dilakukan oleh anak. Ketika anak-anak bermain, anak akan berinteraksi dengan anak lainnya dan benda-benda yang berada di sekitar mereka. Mereka menggunakan inderanya, tangannya bahkan seluruh tubuhnya untuk bermain dengan rasa bahagia, suka rela atau tanpa paksaan, dan dengan imajinasinya sendiri. 
Bermain dapat mengembangkan banyak aspek perkembangan anak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Catron dan Allen dalam Musfiroh (2006:6) bahwa bermain mempengaruhi enam aspek perkembangan, yakni: kesadaran diri (personal awarness), emosional, sosial, komunikasi, kognisi, dan keterampilan motorik. Pendapat tersebut didukung oleh Horn yang menganggap bahwa bermain memiliki kekuatan untuk menggerakkan perkembangan. Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat dikatakan bermain mempengaruhi laju perkembangan anak. Untuk itu aktivitas bermain memilki peranan penting dalam kehidupan anak.
Melihat adanya banyak manfaat bermain bagi anak, ternyata bermain juga merupakan hal yang paling diinginkan oleh anak di dalam kehidupannya. Hal tersebut diungkapkan oleh Borstelmann (1995:1) dalam National Asociation Early Young Children (NAEYC) bahwa children’s desire and need to play has been recognize throughout history, but it is not only children who explore and experiment, imagine and play with symbol, and enjoy manipulating the social and physical environment. Dari pemaparan tersebut dinyatakan bahwa anak-anak membutuhkan dan ingin selalu bermain, hal ini telah diakui sepanjang sejarah. Melalui aktivitas bermain anak-anak tidak hanya dapat bereksplorasi dan bereksperimen melainkan membayangkan, bermain dengan simbol, dan memanipulasi lingkungan sosial dan fisiknya. Dengan kata lain anak-anak sangat membutuhkan porsi bermain lebih banyak dibandingkan apa yang dibayangkan oleh orang dewasa.
Di samping sebagai sarana bagi anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen, bermain juga merupakan sarana berekspresi. Hal tersebut diungkapkan oleh Nylud dan kawan-kawan (2002:128) menyatakan bahwa,
 Play is the natural way of children to express themselves. Through unstructured plays or structures games, their needs are express and messages are conveyed. It is also a reflection of indigenous psychosocial resources, since children naturally work out and discover alternative solutions to existing problem.

Berdasarkan pemaparan di atas, Nylud menekankan bahwa bermain merupakan cara alami bagi anak untuk mengekspresikan diri. Baik melalui aktivitas terstruktur maupun bermain bebas. Dalam hal ini anak secara alami berusaha untuk menemukan solusi dari masalah yang ada dari hasil eksplorasinya terhadap lingkungan. Bukan hanya menemukan sebuah solusi, tapi anak-anak juga dapat menemukan solusi cadangan terhadap masalah yang sedang mereka hadapi.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dimaksud dengan bermain merupakan kebutuhan bagi anak yang disalurkan melalui aktivitas yang menyenangkan dengan melibatkan indera bahkan seluruh bagian tubuhnya sehingga dapat membantu seluruh aspek perkembangan anak baik fisik, sosial emosional.

Daftar Pustaka

Tedjasaputra, Mayke S. Bermain Mainan dan Permainan. Jakarta: Grasindo, 2001.
Soe, Dockett & Marilyn Fleer. Play and Pendagogy in Early Childhood. Australia: Harcout, 2000.
Bronson, Martha B. The Right Stuff for Children Birth to 8. Washington DC: NAEYC, 1995.
Teresa, at. .al., Small Step, Great Strides. United Nation Children’s Fund, 2002.

Standar dan Prinsip Pembelajaran Matematika bagi Anak Usia Dini


Standar dan Prinsip Pembelajaran Matematika bagi Anak Usia Dini Menurut Pendapat Bredekamp dalam Charlesworth (2012:5) Standar NCTM terdapat 5 standar proses dan 5 standar konten dan 5 Prinsip  NAEYC berikut pemaparan beserta aplikasi dalam kegiatan:

5 standar proses NCTM (National Council of Teachers of  Mathematics)
1.    Pemecahan Masalah
Dimana anak mencari pemecahan dalam suatu masalah yang sesuai dengan usianya, dalam memecahkan suatu masalah anak banyak memiliki pemikiran atau ide dan cara penyelesainnya tersendiri.

Aplikasinya dalam PAUD:
Anak diberi suatu permasalahan tentang buah, misalkan buah alpukat. Tanyakan pada anak apa nama buah ini? Lalu terus dengan menanyakan apa rasanya? Ajaklah anak untuk mencicipi buah alpukat itu bersama - sama. Dan masuk ke dalam masalah, bila guru memiliki 2 buah alpukat, dan di dalam satu buah alpukat ini memiliki 1 buah biji. Nah sekarang berapa biji yang ada, di dalam 2 buah alpukat ini?

2.    Alasan dan Pembuktian
Dimana anak mengemukakan alasan dari hasil pemikirannya, dan dengan caranya sendiri dan bahasanya sendiri, setelah itu anak membuktikan bersama – sama tentang jawabannya.

Aplikasinya dalam PAUD:
Anak – anak mengungkapkan alasan dari pertanyaan ”berapa biji alpukat yang yang ada, di dalam 2 buah alpukat?” setelah mendapat jawabannya, kemudian tanya alasannya dengan diskusi tanya jawab, lalu ajaklah anak membuktikan apakah jawaban anak – anak tepat atau belum tepat? Dengan mengupas buah alpukat itu berasama – sama.

3.    Komunikasi
Di sini anak mengungkapkan apa yang anak rasakan dan fikirkan tentang masalah yang akan dipecahkan, baik mengkomunikasikannya dalam bentuk angka maupun dalam bentuk ucapan dan gambaran.

Aplikasinya dalam PAUD:
Setelah anak – anak melihat bersama – sama, ternyata di dalam 4 buah alpukat terdapat 2 buah biji alpukat. Lalu ajaklah anak – anak menghitung biji tadi bersama – sama, agar anak merasa yakin dan anak dapat membuktikan sendiri bahwa dalam satu buah alpukat terdapat 1 biji alpukat. Setelah itu tanyakan dengan anak, bagaimana dengan buah jambu? Dan ajaklah anak untuk membuktikannya lagi dengan mengupas 2 buah  jambu dan menghitung bijinya.

4.    Koneksi atau sambungan
Dimana anak dapat membuat koneksi antara apa yang anak lihat dan konsep matematika. Di sini anak juga dapat membuat grafik buah agar anak mengenal apa yang lebih banyak dan apa yang sedikit.

Aplikasinya dalam PAUD:
Setelah anak menghitung biji alpukat pada 2 buah alpukat dan biji jambu pada 2 buah jambu. Setelah anak menghitung bersama - sama, dan hasil penghitungan adalah ada 2 biji alpukat di dalam 2 buah alpukat dan ada 4 biji jambu di dalam 2 buah jambu, maka ajaklah anak untuk membuat grafik buah alpukat dan buah jambu bersama - sama!

5.    Gambaran
Di sini anak diberi gambaran tentang penjumlah dalam penyajian yang dapat  membuat anak tertarik. Misalkan dari angka lalu diberi gambaran dengan kata – kata tentang perumpamaan dari angka tersebut.
Aplikasinya dalam PAUD:
              2 + 2 =

Ada dua buah jambu di dalam keranjang kemudian dimasukkan lagi  dengan 2 buah jambu, jadi berapa jambu yang ada di dalam keranjang?

5 Konten Standar NCTM (National Council of Teachers of  Mathematics)
1.    Angka dan pengoperasiannya
Adalah salah satu kemampuan bermatematika yang digunakan anak dalam konsep bilangan atau pemahaman angka, yang membuat hubungan antara pengoperasiannya dan angkanya ditandai dengan penambahan dan pengurangan.
Aplikasinya dalam PAUD: (anak usia 4 tahun )
Guru meminta anak untuk menghitung bentuk – bentuk berdasarkan warna, lalu setelah itu ajaklah anak – anak untuk menghitungnya bersama – sama.

2.    Aljabar
Adalah salah satu kemampuan bermatematika yang digunakan anak dalam  sisitemtika angka yang memiliki pola secara natural dan terstruktur.

Aplikasinya dalam PAUD: (anak usia 5-6 tahun)
Anak – anak diajak untuk membangun pikiran dan ide dalam meneruskan pola yang dimulai oleh guru, anak mengurutkan permen bertangkai dan permen yang tak bertangkai. Atau mengurutkan es krim  berdasarkan bilangan!

3.    Geometri
Adalah salah satu kemampuan bermatematika yang digunakan anak tantang persepsi bangun ruang yang selalu berhubungan dengan bentuk dan letak.
Aplikasinya dalam PAUD: (anak usia 4-5 tahun)
Guru mengenalkan pada anak konsep ruang, yang mana atas, bawah dan di depan dan di belakang. Dengan menggunakan media apel dan meja.
                                                                
FURN_225
4.    Pengukuran
Adalah salah satu kemampuan bermatematika yang digunakan anak,
yang melibatkan angka untuk mengetahui ukuran suatu benda jadi angka yang merupakan hasil dari pengukuran itu, dapat dibandingkan pada benda yang sejenis.

Aplikasinya dalam PAUD: (anak usia 4-6tahun)
-      Joko sedang bermain di kotak pasir, seolah – olah dia membuat kue dengan pasir, ember,  cangkir dan sekop pasir. Dia mengukur 3 cangkir tepung dan 2 cangkir gula untuk membuat kue. (konsep volume)
-      Budi duduk diatas kursi kecil, lutut tia berada di depan Budi. BUdi melepaskan sepatunya yang sebelah kanan, lalu Tia menaruh kaki Budi di atas penggaris. Tia berkata, saya sedang mengukur kakimu untuk sepatumu yang baru. (konsep panjang)

-      Anak-anak bermain toko-tokoan, Iyem menaruh beberapa buah plastik di atas alat ukur mainan (timbangan) Ini, 2 kg jadi harganya 10 ribu (konsep berat)

-      Eno dan Eva bermain dokter-dokteran. Eno sebagai dokter, Eva jadi pasiennya. Eno mengambil termometer dari mulut Eva. Eno berkata, kamu demam tinggi. (konsep suhu)


5.    Analisis Data dan Kemungkinannya
Adalah salah satu kemampuan bermatematika yang digunakan anak dalam menganalisis data dari kelas lalu dituangkan dalam bentuk grafik.

Aplikasinya dalam PAUD: (anak usia 5-6 tahun)
Sebelum melakukan analisis data, guru harus mendapatkan data – data dari anak – anak tentang makanan kesukaan. Ternyata setelah ditanyai satu persatu ada 2 anak yang suka hamburger, ada juga 5 anak yang suka makan pizza dan ada juga 1 anak yang suka makan donat. Setelah guru mendapat data dari makan yang disukai anak – anak, lalu guru mulai membuat grafik bersama – sama anak. Dengan meminta anak menempelkan kertas berbentuk lingkaran yang berwarna di tempat makanan yang anak sukainya.


NAEYC menurut Bredekamp dalam Charlesworth (2012:6) ada 5 prinsip – prinsip Pembelajaran Matematika pada Anak Usia Dini, beserta aplikasi dalam kegiatan ;

      5 prinsip (NAEYC) National Assotiation Early Young Children

1)    Mengenalkan perkembangan anak dan pembelajarannya.
Sekolah dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak – anak, tentunya pembelajaran yang dapat menstimulasi anak untuk dapat mengasah kemampuannya.

Aplikasinya dalam PAUD:
Saat anak sedang menyusun pola – pola dari berbagai jenis benda seperti kancing, tutup botol dan balok mini. Guru harus bisa memberikan pertanyaan yang dapat menstimulasi anak dalam melakukan kegiatan, dengan menanyakan jenis pola apa yang akan dibuat?. Apakah anak tahu nama – nama benda sebagai penyusun pola? dan mintalah anak untuk menghitung benda tadi.


2)    Membangun hubungan keluarga dan masyarakat.
Dalam pembelajaran AUD, keluarga dan masyarakat memiliki peran penting, karena proses pembelajaran bukan hanya berlangsung di sekolah saja, namun di rumah serta di lingkungan masyarakat juga. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, keluarga dan masyarakat haruslah aktif mendukung kegiatan belajar mengajar AUD.

Aplikasinya dalam PAUD:
Sekolah melibatkan para wali dalam kegiatan belajar mengajar matematika, agar orang tua mengetahui dengan jelas tentang perkembangan matematika anaknya selama di sekolah.

3)    Observasi, dokumentasi dam mengasesment untuk mendukung anak dan keluarga.
Dalam kegiatan belajar mengajar baik sekolah, guru ataupun orang tua terlibat aktif dalam setiap kegiatan, dan sebagai bukti bahwa setiap perkembangan anak memiliki catatan kegiatan yang menjadi acuan dalam penilaian guru, bukan hanya kegiatan melainkan observasi dan dokumentasi untuk diasesment oleh guru untuk membuat laporan perkembangan setiap anaknya.

Aplikasinya dalam PAUD:
Setiap anak melakukan kegiatan khusunya matematika, sekolah sebaiknya membuat dokumentasi dalam bentuk video atau foto – foto untuk diperlihatkan dan sebagai bukti perkembangan anak – anak selama di sekolah.

4)    Mengajar dan Pembelajaran
a)            Menghubungkan anak dan keluarganya
b)            Menggunakan perkembangan yang efektif dan sesuai
c)            Mengerti dengan konten pengetahuan di PAUD
d)            Membangun kurikulum yang penuh arti

Aplikasinya dalam PAUD:
Keluarga diajak untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran serta kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh anak, bukan bermaksud untuk membuat anak menjadi manja, tapi membuat anak merasa lebih percaya diri ketika kemampuannya disaksikan oleh orang – orang yang anak – anak sayangi. Dan dalam proses pembelajaran kurikulum sebagai acuan kegiatan sehari – hari haruslah benar – benar kuat dan berpengaruh terhadap perkembangan anak.

5)    Profesionalitas
Aplikasinya dalam PAUD:
Selain itu orang – orang yang ada di sekolah atau lembaga PAUD benar – benar menjunjung tinggi profesionalitas dalam pembelajaran. Jangan menghambat proses pembelajaran ataupun prosedur administrasi suatu lembaga PAUD.


Daftar Pustaka

Charlesworth, Rosalind. Experience in Math for Young Children. USA: Wadsworth, Cengage Learning: 2012.

Aplikasi Teori Konsep Matematika Anak Prasekolah


Aplikasi Teori Konsep Matematika Anak Prasekolah

* Piaget
Pada teori Piaget menyebutkan bahwa ada 4 tahapan perkembangan kognitif. Dalam tahapan praoperasional (usia 2-6 tahun) masih  berfikir intuitif dan belum berfikir logis, pada tahapan ini menjelaskan bahwa prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap obyek–obyek. Pada tahapan ini anak belajar menggunakan dan merepresentasikan obyek dengan gambaran dan kata –kata serta pemikiran yang masih egosentris. 
Misalnya :
Anak dapat mengklasifikasikan benda – benda berdasarkan satu ciri (warna dengan warna, bentuk dengan bentuk)
Sesuai dengan tujuan pendidikan matematika bahwa anak – anak berinteraksi dengan benda – benda yang kongkret.
Pada tahapan operasional kongkret (usia 6-12 tahun) sudah berfikir logis dan anak–anak pada tahapan ini mengalami proses–proses yang penting, seperti;
v  Pengurutan, kemampuan untuk mengurutkan obyek menurut ukuran, bentuk atau ciri lainnya. Misalnya: bila diberi benda yang berbeda ukuran, mereka akan mengurutkan benda dari yang paling besar sampai yang paling kecil
v  Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya atau karakteristik lain, termasuk bahwa serangkaian benda–benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
v  Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Misalnya: anak tidak akan lagi menganggap kaleng lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding kaleng kecil dan tinggi.
v  Reversibility, anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda–benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 2 + 2 sama dengan 4, 4 – 2, jumlah sebelumnya.
v  Konservasi, memahami bahwa kuantitas, panjang atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari obyek atau benda–benda tersebut. Misalnya: Bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

Tahapan–tahapan ini sesuai dengan tujuan pendidikan tantang aplikasi dari pengetahuan yang menjadi pengalaman bagi anak. Anak–anak mengaplikasikan pengetahuan yang anak ketahui hingga menjadi pengalaman yang berarti baginya. Anak mengenal konsep matematika sebagai mana anak berinteraksi dengan benda–benda yang kongkret dan simbol–simbol matematika!

* Vygotsky
Teori Vigotsky tentang peran lingkungan dalam pembelajaran adalah suatu acuan baginya untuk membuat 4 kerangka dasar yang menjadi prinsip dalam memahami aspek psikologis dan pendidikan bagi anak.
 4 prinsip dasar Vigotsky
  1. Anak membangun berbagai pengetahuan
  2. Perkembangan tidak dapat dipisahkan dari kontak sosial
  3. Belajar dapat menghasilkan perkembangan
  4. Bahasa memainkan peran sentral dalam perkembangan mental
Dari kerangka dasar Vigotsky meiliki kaitan dengan tujuan pendidikan matematika tentang konstruktivisme, dimana anak membangun berbagai pengetahuannya sendiri.
Ada beberapa aktivitas yang disusun melalui teori Vigotsky diantaranya: Membangun balok, pemetaan, penyusunan pola, permainan dramatik, menyampaikan cerita dan penulisan jurnal. Aktivitas ini berkaitan dengan tujuan pendidikan matematika tentang melukiskan kembali konsep matematika sebagai mana mereka berinteraksi dengan benda–benda yang kongkret, simbol–simbol matematika dan soal cerita! Serta aplikasi dari pengetahuan anak.
     
      * Bruner*
      Pada teori belajar matematika bruner menyebutkan terdiri dari 4 teori, tapi yang sesuai dengan AUD, hanya 3 teori:
  1. Teori konstruktif
Anak belajar dari pengetahuannya sendiri misalnya anak ingin menjumlah 1 + 2 =...
Guru merepresentasikan soal tersebut dalam bentuk cerita, 1 kambing masuk ke kandang kemudian 2 kambing lagi masuk ke kandang, jadi ada berapa kambing yang masuk ke kandang?

  1. Teori Notasi

  1. Teori Pengkontrasan dan keanekaragaman
Anak diajak untuk mengenal keanekaragaman dengan mengubah representatif kongkret menjadi abstrak. Misalnya, anak disajikan benda – benda yang berbentuk lingkaran seperti roda, bola dan gambar dengan pengenalan konsep lingkaran.

  1. Teori Pengait
Anak diajak untuk mengenal konsep geometri dan aljabar. Misalnya saja mengenalkan aljabar melalui pola – pola yang berdasarkan bilangan.
Dari ketiga teori Burner yang dijabarkan tentu berkaitan erat dengan tujuan pandidikan matematika, konstruktivisme. Aplikasi dari pengetahuan yang menjadi pengalaman bagi anak. Menemukan penglalaman yang berarti. Kembali konsep matematika sebagai mana mereka berinteraksi dengan benda-benda yang kongkret, simbol–simbol matematika dan soal cerita!

      * Dienes*

      Dienes menuliskan 5 tingkatan  teori dari pemikiran matematikanya antara lain:
  1. Bermain bebas
anak bermain dengan mengeksplorasi sesuatu yang ada di sekitarnya, misalnya: anak memutar – mutar bola dan buah jeruk sesuka hatinya dengan melihat adanya perbedaan dari keduanya, meskipun bentuknya sama – sama bundar.
  1. Generalisasi
Anak mencoba untuk membuat pola dengan sesuatu yang berbeda meskipun bentuknya sama. Misalanya, mereka membuat pola dengan menggunakan bola dan jeruk.
  1. Representasi
Anak mencoba mereprentasikan konsep yang ada dalam bentuk gambar. Misalnya, anak menggambar lingkaran di atas kertas yang merupakan hasil dari representasinya terhadap bola dan buah jeruk.
  1. Simbolik
Anak mereprestasikan bentuk tadi dengan sesuatu yang ada di sekitarnya. Misalnya anak merepresentasikan bentuk bundar dengan kolam ikan yang ada di taman sekolah yang berbentuk bundar pula.
  1. Formalisasi
Anak belajar untuk mengetahui konsep 2 dimensi dan 3 dimensi. Anak dapat mengkatagorikan serta mengurutkan benda – benda tersebut. Misalnya, anak mengurutkan jeruk dan bola tadi secara selang seling lalu mengkategorikan bola dan jeruk dalam bentuk yang sama yaitu bentuk bundar.
Semua teori – teori pemikiran matematika dari Dienes, sangat berkaitan serta dengan tujuan pendidikan. Dimana anak membangun pengetahuannya sendiri, lalu anak mencoba untuk aplikasi terhadap apa yang anak ketahui dan menjadikannya pengalaman yang berharga dikarenakan keterlibatannya dalam pembelajaran matematika dan benda kogkret lainnya.


Daftar Pustaka

Charlesworth, Rosalind. Experience in Math for Young Children. USA: Wadsworth, Cengage Learning: 2012.



Sabtu, 02 Februari 2013

Perkembangan Berbicara Anak Usia Dini


Perkembangan Berbicara Anak Usia Dini 

Speech adalah ekspresi dari bahasa lisan, mendengar adalah reseptive/penerimaan dari bahasa lisan. ”Speech adalah sebuah alat untuk menyampaikan bahasa lisan” (Lerner, Lowenthal & Egan, 1998, hal 207)
Produksi bahasa dari seseorang tergantung dari fisiologi dan koordinasi neuromuscular dari respirasi, fonasi, resonansi, dan artikulasi. Respirasi adalah kegiatan bernapas. Fonasi adalah produksi suara yang dihasilkan dari suara huruf vokal. Resonansi adalah getaran yang mengontrol kualitas gelombang suara. Artikulasi adalah suara dari pengucapan kata.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Berbicara.
1.    Faktor Neurologi
·         Perkembangan kognitif
Dalam perkembangan kemampuan berbicara anak, kecerdasan dan kematangan yang cukup merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Bagian dari kemampuan berbicara adalah kemampuan mengolah dan merencanakan apa yangakan dikatakan.
·         Strategi memproses informasi
Untuk dapat berbicara, anak butuh untuk belajar bagaimana memfokuskan perhatian terhadap suatu kata, untuk membedakan antara satu suara dan yang lainnya, dan untuk menangkap suara dalam dan menyimpannya dalam ingatannya sehingga mereka dapat mengeluarkan suara tersebut dalam bentuk kata-kata pada nantinya.
·         Kemampuan output motor
Kemampuan berbicara membutuhkan koordinasi yang baik antara pergerakan mulut dan lidah.
·         Perkembangan sosial-emosional dan motivasi
Bahasa termasuk instrumen sosial, oleh karena itu interkasi antara manusia termasuk bagian penting dalam membangun bahasa dan kemampuan berbicara.

Faktor Struktural dan Fiosiologi
·         Kemampuan sensorik
Seluruh kemampuan indera sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan berbicara pada anak, baik kemampuan mendengar, melihat, menyentuh, merasakan, dan mencium bau.
·         Kemampuan oromuscular
Kemampuan berbicara pada manusia tergantung pada baik atau tidaknya penggunaan otot kerongkongan untuk mengontrol bibir dan lidah.
·         Mekanisme transmisi bahasa
Mekanisme ini berkaitan dengan bagaimana seseorang bernapas dan kemampuan mengatur pernapasannya.

Faktor Lingkungan
·         Faktor sosial kultural
Keadaan bahasa dan berbicara dari lingkungan menjadi pengaruh bagi anak dalam cara mereka berbicara.
·         Pengalaman
Pengalaman yang didapatkan oleh anak dari orang-orang sekitarnya juga mempengaruhi kemampuan berbicaranya.
·         Konteks fisik
Adanya objek untuk dibicarakan seperti alat permainan yang disukai anak, gambar-gambar, atau bahan-bahan lain juga merupakan faktor yang mempengaruhi anak untuk berbicara.

            Perlu diperhatikan bahwa kemampuan anak untuk meniru apa yang mereka dengar lebih besar daripada kemampuan mereka untuk menghasilkan bahasa sendiri. Kemampuan anak untuk menghasilkan bahasa tergantung pada kemampuan mereka untuk memahami bahasa tersebut.(Lovel, 1968) Selain itu, kemampuan bahasa reseptif pada anak balita seringkali 4 kali lebih besar daripada kemampuan bahasa ekspresif mereka.(Griffiths, 1986)

Peninjauan Perkembangan Berbicara Anak
            Kemampuan anak untuk berbicara dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu komunikatif dan nonkomunikatif. Bahasa nonkomunikatif adalah bahasa yang bukan berupa bahasa percakapan, bahasa ini tidak ditujukan kepada pendengar. Ada tiga tipe dari bahasa nonkomunikatif yang biasanya ditemukan pada anak di bawah usia 6-7 tahun,(Piaget, 1959)  yaitu:
·       Repetisi                   
    Terjadi ketika anak mengulang-ulang kata-kata yang mereka sukai.
·      Monolog               
   Terjadi ketika anak berbicara sendiri dengan dirinya. Bahasa ini juga dikenal sebagai “private speech”
·      Monolog kolektif    
   Sama seperti monolog, tetapi pada monolog kolektif ini, anak berbicara sendiri dengan topik yang berbeda.
            Setelah anak menggunakan bahasa nonkomunikatif, anak mulai memiliki kemampuan untuk berinteraksi dalam sebuah percakapan. Pada saat tersebut, anak mulai menggunakan bahasa komunikatif atau bahasa sosial. Ada enam tipe dari bahasa komunikatif, yaitu:
·        Play talk
Ketika anak mengekspresikan pribadi temannya daripada pribadi mereka sendiri dalam sebuah kegiatan atau permainan. 
·        Negotiation talk
Ketika anak berusaha bergabung dalam sebuah kegiatan/permainan       
·        Excluding talk
Ketika anak menolak temannya bergabung dalam sebuah kegiatan atau permainan.    
·      Challenge talk
Ketika anak tidak setuju dengan peraturan yang dibuat oleh orang lain.   
·      Emphatic talk
Ketika anak memposisikan diri mereka pada posisi temannya yang memiliki masalah.
·         Information and understanding talk
Ketika anak melakukan percakapan dengan anak lain dan mengajukan pertanyaan.

            Bahasa komunikatif membutuhkan koordinasi keahlian dan kemampuan yang dimilki oleh yang berbicara, yaitu:
·         Penguasaan perilaku nonverbal: Pemahaman tentang peraturan percakapan.
·         Kemampuan untuk bergiliran dalam berbicara.
·         Kemampuan untuk menyampaikan pesan.
·         Kemampuan untuk merespon pembicaraan dari lawan bicara.

Fokus Orang tua dan Guru serta Strategi Dasar

Orang dewasa menggunakan prinsip dasar untuk mengimpisasi kemampuan komunikasi mereka dengan anak.

*      Menggantikan perasaan yang menyangkal ke dalam sebuah kalimat.

Orang dewasa lebih baik mengatakan perilaku seorang anak dengan sebuah kalimat pernyataan agar anak yang lain menyangkal perasaanya. Misalnya: Kedengarannya Ricardo marah padamu karena Ricardo memukul balok-balok itu hingga jatuh.

*      Menggantikan cacian dengan pemberian informasi.

Daripada orang dewasa mencaci apa yang diperbuat anak dengan kata-kata kasar lebih baik memberi tahu dengan baik-baik. Misalnya:

Cacian : Berapa kali sudah kukatakan padamu untuk berhati-hati dalam membawa cangkir-cangkir itu. Kau selalu meecahkannya ketika kau memabawanya.

Memberi tahu: Lain kali berhati-hati itu lebih baik karena bila pecahan cangkir itu terinjak maka kaki mu akan terluka.

*      Menggantikan pengakuan dengan menjelaskan permasalahan.

Orang dewasa sebaiknya tidak memaksa anak untuk mengaku. Mereka tidak akan mengaku karena takut dengan hukuman yang akan diberikan meskipun tidak adanya ancaman hukuman dari orang dewasa. Akan sangat baik bila orang dewasa menjelaskan permasalahan dan mencari solusinya.
Mislanya: Seorang anak menumpahkan air di lantai, lalu guru mengatakan”wah ternyata di lantai ini banyak airnya, padahal ini sangat berbahaya bagi siapa pun yang lewat. Siapa yang mau membantu ibu untuk membersihkan lantainnya ya?”

*      Menggantikan pemberian pilihan dengan penawaran.

Orang dewasa sebaiknya tidak memberi pilihan pada anak bisa-bisa anak bingung karena terlalu banyak pilihan atau juga karena terlalu banyak pada akhirnya anak tidak memilih satupun dari pilihan yang ada. Akan lebih baik bila orang dewasa memberikan penawaran.
Misalnya: setelah membaca buku biasanya anak diminta untuk ke sentra bahasa atau sentra seni untuk bermain drama atau pergi ke perpustakaan membaca buku. Berikanlah penawaran yang menarik minat anak dengan menjelaskan bila anak ke perpustakaan anak-anak akan bisa membaca buku-buku yang bergambar dan berwarna dan itu sanga mengasyikan.

*      Menggantikan menggurui dengan berkata dengan singkat.

Orang dewasa sebaiknya tidak menggurui anak karena hal itu membuat telinga mereka tidak mendengarkan satu pun kata yang orang dewasa lontarkan. Akan lebih baik bila orang dewasa berkata singkat dan jelas untuk anak serta tegas.
Misalnya: Melani bermain puzle dan bernatakan sedangkan guru mengnginkan Melani untuk mengembalikannya ke tempat semula, sebaiknya guru tidak mengajari anak dan berkata ”Melani kamu harus membereskan puzle ini setelah bermain karena dapat membahayakan orang bila lewat dan kamu harus menaruhnya kemabali”. Itu sangatlah rumit bagi anak, akan lebih baik bila orang dewasa berkata ”Melani puzle ini tematnya di rak”.

*      Menggantikan menekankan pada kesalahan anak dengan menjelaskan kesuksesan mereka.

Orang dewasa sebaiknya tidak menekankan kesalahan anak ketika mereka melakukan kesalahan akan lebih baik bila orang dewasa menekankan pada kesuksesan yang pernah anak raih dan meyakinkanan anak untuk semangat dan menghadapi kesalahannya tersebut.
          Misalnya: Greg tidak bisa meyebutkan nama belakanganya dengan benar, sebaiknya orang dewasa mendukung Greg terus untuk mencoba lagi dan lagiketika Greg benar-benar menyerah, ingatkan Greg pada pengalaman suksesnya dalam mewarnai nama belakangnya di buku. Dan jangan menyalahi Greg tiap kali dia salah.

*      Menggantikan pembicaraan dengan memasukkannya dalam menulis

Sebaiknya orang dewasa tidak memaksa anak untuk jujur ketika anak ada masalah, ajaklah anak untuk menggambar karena dari gambaran yang anak buat itu mengisyaratkan suatu masalah yang sedang anak hadapi dan  gambaran anak itu sifatnya jujur.

*      Mengantikan menghakimi anak dengan penyelesaian masalah bersama.

Orang dewasa sebaiknya tidak menghakimi anak karena dapat membuat mereka menjadi bersalah sehingga anak dapat menangis dan marah. Akan lebih baik bila anak diajak untuk menyelesaikan masalah bersama-sama.
Misalnya: ketika anak jatuh dan sedang membawa cangkir dan pecah. Orang dewasa sebaiknya tidak memnghakimi anak, akan lebih baik bila orang dewasa menolong anak bangun lalu berkata berhati-hatilah dan bersama-sama membereskan cangkir tadi.